PARA PERAIH BINTANG KEHIDUPAN
Published by ridokurnianto under Khutbah on 23.06
Alhamdu li Allah Rabb al-‘Alamin, as-shalat wa as-salam ‘ala Rasulih al-karim, Muhammadin an-Nabiyy al-ummy wa ‘ala alih wa Sabih ajma’in. Asyhadu an la ilah illa Allah wahdah la syarika lah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduh wa rasuluh. Allahumma shally wa sallim wabarik ‘ala Muhammad wa ‘ala alih wa ash habih ajma’in. Amma ba’d. Fa ya ikhwan al-kiram ! Ittaq Allah haqqa tuqatih wa la tamutunna illa wa antum muslimun.
Ma’asyir al-Muslimin !
Alhamdulillah, marilah kesyukuran yang tulus kita munajatkan kepada Allah SWT., semoga kita menjadi hamba-Nya yang terpilih sebagai kelompok orang yang menempati posisi terpuji di sisi Allah SWT. Semangat yang terus berkobar untuk menjadi hamba-Nya yang taat, mudah-mudahan terus terlahir dari buah kesyukuran yang tulus itu. Karena itu, melalui mimbar jum’at yang penuh barakah Allah ini, marilah kita semakin menguatkan dan meyakinkan diri kita masing-masing, bahwa ketaatan demi ketaatan kepada Allah yang kita rajut melalui mimbar jum’at di rumah Allah ini, akan membuahkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah menjadi semakin kokoh, sehingga andaikan Allah berkenan mencatat seluruh ketaatan yang kita lakukan, ketaatan-ketaatan itu akan mengantar kita menjadi pemenang kehidupan di sisi Allah SWT.
Ma’asyir al-Muslimin !
Akhir dari sebuah perjalanan hidup manusia di dunia ini hanya ada dua kemungkinan; mungkin menang dan mungkin kalah. Orang-orang yang tergolong pada kelompok pemenang kehidupan, sudah pasti-jaminan-akan beroleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup hingga di negeri akhirat. Demikian juga, orang-orang yang tergolong kelompok para kalah; kalah dalam kehidupan, sudah dipastikan akan beroleh penderitaan hidup hingga di negeri akhirat.
Jalan hidup yang harus di lalui oleh dua kelompok manusia itu; para pemenang dan para kalah dalam kehidupan ini; juga sudah sangat jelas; jalan lurus (sirath al-mustakim) untuk para pemenang, dan jalan kesesatan (sirath adh-dhalalat) untuk para kalah.
Ma’asyir al-Muslimin !
Untuk meraih kemengan dalam kehidupan itu, ternyata tidaklah mudah, karena posisi ini menuntut para pemenang tersebut untuk bekerja keras; tiada henti berkarya dan berprestasi dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.
Allah SWT., memberikan juklak kepada para pemenang kehidupan itu, melalui firman-Nya di dalam QS. Al-Hajj: 77:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’ kamu sekalian, sujud, dan sembahlah Tuhanmu, serta berbuat baiklah kamu, agar kamu sekalian menjadi pemenang”
Jadi, ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih, itu merupakan sarana untuk meraih predikat para pemenang kehidupan. Semua itu, jelas membutuhkan semangat tinggi, kerja keras; lahir dan batin.
Ayat di atas, juga mengandung pelajaran dan petunjuk tentang pentingnya kaum beriman untuk memulai karya agung tersebut dengan intilaqan; mulai dari dirinya sendiri, memulai berkarya dan berprestasi unggul, berdasar potensi dan kekuatan diri yang telah diberikan Allah SWT sejak dari lahir.
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupan atau kemampuanmu.” QS. At-Taghabun: 16
Ma’asyir al-Muslimin !
Secara hakiki, dengan demikian, hak kemenangan hidup, hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Firman Allah, agar orang-orang beriman melakukan ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih, menunjukkan kekhususan makna kemenangan itu. Artinya; hanya orang-orang yang beriman dengan sempurna saja, yang sanggup dan mampu menerima dan menjalankan perintah Allah tersebut; hanya mereka saja yang mampu melakukan ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih.
Namun, harus diingat, bahwa di dalam semangat menjadi pemenang kehidupan itu; kaum beriman juga harus selalu waspada terhadap para musuh (orang-orang kafir), yang tiada berhenti mencari kesempatan yang baik untuk menghancurkan kaum beriman.
Dan, bersamaan dengan itu, sebenarnya musuh yang paling besar, justru berada di dalam dirinya sendiri, musuh yang berada di dalam diri mereka sendiri, terutama terkait dengan kondisi hati yang bolak-balik, kondisi hati yang labil. Dalam hal ini para ulama menyatakan;
“Iman itu bertambah karena taat, dan berkurang karena maksiat”
Oleh karena itu, menjaga keimanan di dalam dada, merupakan proyek terbesar bagi kaum beriman, agar keimanan yang telah tertanam di dalam dadanya itu bisa terawat dengan baik; bertumbuh dan berkembang setiap saat ke arah kualitas yang lebih baik.
Kondisi keimanan yang naik-turun, dan tuntutan bagi kaum beriman untuk menjaga dan merawat nya inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW, berpesan kepada kita untuk senantiasa waspada dalam menghadapi dan menjalani seluruh aspek hidup dan kehidupan ini. Karena itu pula Rasul SAW., mengajarkan kepada kita agar selalu memohon pertolongan kepada Allah SWT., agar kita selalu dilindungi oleh-Nya dari segala macam malapetaka, terutama bencana terbesar; yakni tercabutnya keimanan dari dalam diri kita. Rasul SAW., juga berpesan agar kita selalu berdo’a di setiap kita memulai hari:
“Ya Rabb, kami memohon agar Engkau melindungi kami dari mendhalimi orang dan di dhalimi orang; dari menyesatkan orang dan disesatkan orang; dari menggelincirkan orang dan digelincirkan orang; dari membodohkan orang dan dibodohi orang; dari menghina orang dan dihinakan orang.”
Ma’asyir al-Muslimin !
Makna do’a tersebut, cukuplah menunjukkan pesan amat tegas, bahwa orang yang sanggup menahan diri dari berbuat; dhalim, sesat, pembodohan, penghinaan, merupakan hamba Allah yang selalu dekat dengan pesona Kasih dan Sayang Allah SWT.
Orang-orang dengan model demikian itu, bisa kita lihat cirri-cirinya dengan sangat jelas di dalam pribadi para ulama dan para shalih di setiap generasi Muslim; mulai jaman sahabat hingga jaman sekarang.
Para ‘alim dan para shalih itu telah mampu meraih bintang kehidupan, meraih sukses hidup dengan gemilang, melalui; ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih, di setiap waktu dan kesempatan hidupnya.
Orang-orang unggul ini tak pernah bosan untuk memanfaatkan waktu hidupnya dengan sebaik-baiknya; mereka tiada bosan memanfaatkan waktu malamnya (yang banyak orang memanfaatkannya untuk istirahat dan tidur) untuk bermunajat; barasyik-maksyuk di dalam kesyahduan tahajjud. Di dalam kesyahduan cinta tulusnya kepada Rabb al-‘Izzat itulah mereka benar-benar merasakan guyuran rahmat dari Allah SWT., hingga dirinya berasa terbang ke langit; berada di dalam posisi tempat terpuji disisi Allah Yang Tinggi.
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyanglah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” QS. Al-Isra’ (17): 79
Ma’asyir al-Muslimin !
Aktifitas ruku’ dan sujud yang dilakukannya dengan penuh khusu’ dan khudhu’ itu senantiasa mengobarkan semangat di dalam seluruh hari yang dilaluinya; untuk meraih kemenangan terbesar di medan pertempuran; memenangkan kehidupan di kedua negeri; dunia dan akhirat.
Orang-orang tersebut, benar-benar telah siap menghadapi kehidupan yang memang sarat dengan rintangan dan hambatan, sekaligus siap keluar sebagai pemenangnya.
Orang-orang yang memperoleh kemenangan di dalam kehidupan ini, adalah orang-orang yang dari pesona pribadinya senantiasa mengeluarkan emas, sekalipun mereka hidup di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan aroma bangkai kemaksiatan dan kemunkaran; seperti jaman yang saat ini kita menghadapinya ini.
Kemanfaatan…dan kemanfaatan, selalu memancar dari hidup dan kehidupannya, dan sudah tak terhitung lagi, orang-orang yang telah merasakan pesona anggun pribadinya; sampai-sampai orang-orang yang pernah berbuat dzalim kepada para shalih itu, merasa amat takjub, setelah melihat, bahwa setiap perbuatan dzalim yang ia lakukan tak terbalas dengan kedzaliman, melainkan malah dibalas dengan kebaikan dan kemanfaatan.
Para ‘alim dan para shalih itu, barangkali sangat pas sebagai subyek ilustratif dari tausyhiyat bijak Allahu yarham ; Hasan al-Banna;
“Jadilah kamu seperti pohon buah; manusia melemparinya dengan batu, tetapi pohon buah itu malah membalasnya dengan memberikan buahnya yang manis dan penuh manfaat.”
Subhanallah !
Juga dengan cahaya bijaknya itu, membuat bumi dimanapun ia berpijak, penuh dengan curahan barakah Allah SWT. Kemanfaatan…kemanfaatan…dan kemanfaatan…itulah yang senantiasa akan dilakukan oleh para alim dan para shalih; para peraih bintang kehidupan itu, hingga kematian menjemputnya dengan membawa kendaraan khusnil khatimah.
Mudah-mudahan Allah SWT., senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita sekalian dan kepada seluruh kaum beriman di semesta ini; baik mereka yang sudh mendahului kita maupun kita yang akan menyusul mereka; Mudah-mudahan kita akan bertemu di dalam kehidupan akhirat sebagai pemenang kehidupan disisi Allah SWT.
“Barak Allah li wa lakum fi al-Qur’an al-‘Adzim, wa nafa’any wa iyyakum bima fih min al-ayaty wa adzikr al-hakim wa taqabbal minny wa minkum tilawatah innahu huw as-sami’ al’alim. Wa qur Rabb ighfir wa ar-ham wa anta khair ar-rahimin.”
Baca Selengkapnya ...
Ma’asyir al-Muslimin !
Alhamdulillah, marilah kesyukuran yang tulus kita munajatkan kepada Allah SWT., semoga kita menjadi hamba-Nya yang terpilih sebagai kelompok orang yang menempati posisi terpuji di sisi Allah SWT. Semangat yang terus berkobar untuk menjadi hamba-Nya yang taat, mudah-mudahan terus terlahir dari buah kesyukuran yang tulus itu. Karena itu, melalui mimbar jum’at yang penuh barakah Allah ini, marilah kita semakin menguatkan dan meyakinkan diri kita masing-masing, bahwa ketaatan demi ketaatan kepada Allah yang kita rajut melalui mimbar jum’at di rumah Allah ini, akan membuahkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah menjadi semakin kokoh, sehingga andaikan Allah berkenan mencatat seluruh ketaatan yang kita lakukan, ketaatan-ketaatan itu akan mengantar kita menjadi pemenang kehidupan di sisi Allah SWT.
Ma’asyir al-Muslimin !
Akhir dari sebuah perjalanan hidup manusia di dunia ini hanya ada dua kemungkinan; mungkin menang dan mungkin kalah. Orang-orang yang tergolong pada kelompok pemenang kehidupan, sudah pasti-jaminan-akan beroleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup hingga di negeri akhirat. Demikian juga, orang-orang yang tergolong kelompok para kalah; kalah dalam kehidupan, sudah dipastikan akan beroleh penderitaan hidup hingga di negeri akhirat.
Jalan hidup yang harus di lalui oleh dua kelompok manusia itu; para pemenang dan para kalah dalam kehidupan ini; juga sudah sangat jelas; jalan lurus (sirath al-mustakim) untuk para pemenang, dan jalan kesesatan (sirath adh-dhalalat) untuk para kalah.
Ma’asyir al-Muslimin !
Untuk meraih kemengan dalam kehidupan itu, ternyata tidaklah mudah, karena posisi ini menuntut para pemenang tersebut untuk bekerja keras; tiada henti berkarya dan berprestasi dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.
Allah SWT., memberikan juklak kepada para pemenang kehidupan itu, melalui firman-Nya di dalam QS. Al-Hajj: 77:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’ kamu sekalian, sujud, dan sembahlah Tuhanmu, serta berbuat baiklah kamu, agar kamu sekalian menjadi pemenang”
Jadi, ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih, itu merupakan sarana untuk meraih predikat para pemenang kehidupan. Semua itu, jelas membutuhkan semangat tinggi, kerja keras; lahir dan batin.
Ayat di atas, juga mengandung pelajaran dan petunjuk tentang pentingnya kaum beriman untuk memulai karya agung tersebut dengan intilaqan; mulai dari dirinya sendiri, memulai berkarya dan berprestasi unggul, berdasar potensi dan kekuatan diri yang telah diberikan Allah SWT sejak dari lahir.
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupan atau kemampuanmu.” QS. At-Taghabun: 16
Ma’asyir al-Muslimin !
Secara hakiki, dengan demikian, hak kemenangan hidup, hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Firman Allah, agar orang-orang beriman melakukan ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih, menunjukkan kekhususan makna kemenangan itu. Artinya; hanya orang-orang yang beriman dengan sempurna saja, yang sanggup dan mampu menerima dan menjalankan perintah Allah tersebut; hanya mereka saja yang mampu melakukan ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih.
Namun, harus diingat, bahwa di dalam semangat menjadi pemenang kehidupan itu; kaum beriman juga harus selalu waspada terhadap para musuh (orang-orang kafir), yang tiada berhenti mencari kesempatan yang baik untuk menghancurkan kaum beriman.
Dan, bersamaan dengan itu, sebenarnya musuh yang paling besar, justru berada di dalam dirinya sendiri, musuh yang berada di dalam diri mereka sendiri, terutama terkait dengan kondisi hati yang bolak-balik, kondisi hati yang labil. Dalam hal ini para ulama menyatakan;
“Iman itu bertambah karena taat, dan berkurang karena maksiat”
Oleh karena itu, menjaga keimanan di dalam dada, merupakan proyek terbesar bagi kaum beriman, agar keimanan yang telah tertanam di dalam dadanya itu bisa terawat dengan baik; bertumbuh dan berkembang setiap saat ke arah kualitas yang lebih baik.
Kondisi keimanan yang naik-turun, dan tuntutan bagi kaum beriman untuk menjaga dan merawat nya inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW, berpesan kepada kita untuk senantiasa waspada dalam menghadapi dan menjalani seluruh aspek hidup dan kehidupan ini. Karena itu pula Rasul SAW., mengajarkan kepada kita agar selalu memohon pertolongan kepada Allah SWT., agar kita selalu dilindungi oleh-Nya dari segala macam malapetaka, terutama bencana terbesar; yakni tercabutnya keimanan dari dalam diri kita. Rasul SAW., juga berpesan agar kita selalu berdo’a di setiap kita memulai hari:
“Ya Rabb, kami memohon agar Engkau melindungi kami dari mendhalimi orang dan di dhalimi orang; dari menyesatkan orang dan disesatkan orang; dari menggelincirkan orang dan digelincirkan orang; dari membodohkan orang dan dibodohi orang; dari menghina orang dan dihinakan orang.”
Ma’asyir al-Muslimin !
Makna do’a tersebut, cukuplah menunjukkan pesan amat tegas, bahwa orang yang sanggup menahan diri dari berbuat; dhalim, sesat, pembodohan, penghinaan, merupakan hamba Allah yang selalu dekat dengan pesona Kasih dan Sayang Allah SWT.
Orang-orang dengan model demikian itu, bisa kita lihat cirri-cirinya dengan sangat jelas di dalam pribadi para ulama dan para shalih di setiap generasi Muslim; mulai jaman sahabat hingga jaman sekarang.
Para ‘alim dan para shalih itu telah mampu meraih bintang kehidupan, meraih sukses hidup dengan gemilang, melalui; ruku’, sujud, beribadah, dan beramal shalih, di setiap waktu dan kesempatan hidupnya.
Orang-orang unggul ini tak pernah bosan untuk memanfaatkan waktu hidupnya dengan sebaik-baiknya; mereka tiada bosan memanfaatkan waktu malamnya (yang banyak orang memanfaatkannya untuk istirahat dan tidur) untuk bermunajat; barasyik-maksyuk di dalam kesyahduan tahajjud. Di dalam kesyahduan cinta tulusnya kepada Rabb al-‘Izzat itulah mereka benar-benar merasakan guyuran rahmat dari Allah SWT., hingga dirinya berasa terbang ke langit; berada di dalam posisi tempat terpuji disisi Allah Yang Tinggi.
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyanglah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” QS. Al-Isra’ (17): 79
Ma’asyir al-Muslimin !
Aktifitas ruku’ dan sujud yang dilakukannya dengan penuh khusu’ dan khudhu’ itu senantiasa mengobarkan semangat di dalam seluruh hari yang dilaluinya; untuk meraih kemenangan terbesar di medan pertempuran; memenangkan kehidupan di kedua negeri; dunia dan akhirat.
Orang-orang tersebut, benar-benar telah siap menghadapi kehidupan yang memang sarat dengan rintangan dan hambatan, sekaligus siap keluar sebagai pemenangnya.
Orang-orang yang memperoleh kemenangan di dalam kehidupan ini, adalah orang-orang yang dari pesona pribadinya senantiasa mengeluarkan emas, sekalipun mereka hidup di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan aroma bangkai kemaksiatan dan kemunkaran; seperti jaman yang saat ini kita menghadapinya ini.
Kemanfaatan…dan kemanfaatan, selalu memancar dari hidup dan kehidupannya, dan sudah tak terhitung lagi, orang-orang yang telah merasakan pesona anggun pribadinya; sampai-sampai orang-orang yang pernah berbuat dzalim kepada para shalih itu, merasa amat takjub, setelah melihat, bahwa setiap perbuatan dzalim yang ia lakukan tak terbalas dengan kedzaliman, melainkan malah dibalas dengan kebaikan dan kemanfaatan.
Para ‘alim dan para shalih itu, barangkali sangat pas sebagai subyek ilustratif dari tausyhiyat bijak Allahu yarham ; Hasan al-Banna;
“Jadilah kamu seperti pohon buah; manusia melemparinya dengan batu, tetapi pohon buah itu malah membalasnya dengan memberikan buahnya yang manis dan penuh manfaat.”
Subhanallah !
Juga dengan cahaya bijaknya itu, membuat bumi dimanapun ia berpijak, penuh dengan curahan barakah Allah SWT. Kemanfaatan…kemanfaatan…dan kemanfaatan…itulah yang senantiasa akan dilakukan oleh para alim dan para shalih; para peraih bintang kehidupan itu, hingga kematian menjemputnya dengan membawa kendaraan khusnil khatimah.
Mudah-mudahan Allah SWT., senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita sekalian dan kepada seluruh kaum beriman di semesta ini; baik mereka yang sudh mendahului kita maupun kita yang akan menyusul mereka; Mudah-mudahan kita akan bertemu di dalam kehidupan akhirat sebagai pemenang kehidupan disisi Allah SWT.
“Barak Allah li wa lakum fi al-Qur’an al-‘Adzim, wa nafa’any wa iyyakum bima fih min al-ayaty wa adzikr al-hakim wa taqabbal minny wa minkum tilawatah innahu huw as-sami’ al’alim. Wa qur Rabb ighfir wa ar-ham wa anta khair ar-rahimin.”
Baca Selengkapnya ...