MENDULANG EMAS DI TAMBANG HIJRAH RASUL SAW
Published by ridokurnianto under HIKMAH on 19.59
Hijrah Rasul Saw., merupakan tonggak berbagai pelajaran agung bagi semesta; tidak saja bagi ummat Muhammad SAW., tetapi juga berlaku bagi para musuh Allah dan Rasul-Nya, bahkan bagi seluruh makhluk Allah yang lain; seluruh semesta ini. Setiap jengkal perjalanan hijrah, telah melahirkan pesona agung; cara dan gaya hidup yang semestinya dipentaskan oleh setiap hamba Allah SWT.
Diantara pelajaran agung peristiwa hijrah Rasul adalah belajar mencintai Rasul dengan segenap jiwa-raga. Mencintai kekasih Allah; Muhammad SAW., semata karena kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebuah pesona cinta-kasih yang akan melahirkan kerelaan berkurban apa saja (harta-jiwa-raga) demi membela Rasul-Nya serta agama yang dibawanya.
Malam itu, di kota Makkah gelap gulita; seluruh penjuru kota seolah tertidur lelap. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya; suasana kota cukup mencekam; penduduknya cemas penuh ketegangan menunggu hasil akhir dari peristiwa bersejarah yang akan terjadi malam itu.
Di sebuah rumah ada pemandangan yang cukup menarik. Rumah itu telah dikepung oleh para preman Makkah. Pasukan elit Makkah itu terlihat sangat siap untuk menghabisi seseorang; sebilah pedang tajam terhunus tergenggam erat di tangan kejam mereka. Tak terduga, pasukan elit yang bengis itu tiba-tiba terlelap; mereka tak tahan menahan kantuk yang menyerangnya. Sekilas terkesan lucu, perawakan mereka yang beringas tiba-tiba lunglai tanpa sebab; mereka benar-benar tertidur pulas. Sementara di dalam rumah yang telah terkepung itu, terjadi suatu aktifitas yang cukup rapi dan taktis. Sang sasaran pembunuhan telah melesat meninggalkan rumah; sedangkan di tempat tidurnya telah tergantikan oleh sosok yang lain.
Beberapa saat kejadian penting di dalam sebuah rumah itu telah terjadi, menyusul para preman yang telah tertidur pulas itu terbangun. Sontak, mereka terkejut dengan apa yang tengah terjadi. Sang komandan segera memerintahkan untuk segera melakukan penggerebegan (yang telah lewat beberapa saat dari jadwal yang semestinya). Semua pedang segera diarahkan ke sosok dibalik selimut hijau; sang penghuni sasaran pembunuhan. Namun ketika selimut dibuka, ternyata hanyalah seorang pemuda pemberani yang berada di balik selimut itu, dan bukan seseorang yang menjadi target mereka.
Siapakah sebenarnya seseorang yang dijadikan target penggerebegan para preman tersebut ? Siapa pula sang pemuda pemberani yang menggantika posisi sang penghuni rumah ? Sang pemuda itu tiada lain adalah Ali bin Abi Thalib RA dan sang penghuni rumah adalah orang tersuci dan termulia di kolong jagad ini; Muhammad SAW. Sebuah drama yang cukup unik dan menegangkan telah terjadi. Andai disayembarakan pada generasi Muslim saat ini, kecil kemungkinan ada yang mendaftarkan diri menggantikan posisi Rasulullah SAW sebagai sasaran pembunuhan, karena otomatis taruhannya adalah nyawa; terbunuh!!. Hanya orang yang memiliki ketulusan hati dan kekuatan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya saja yang mampu melakukan pekerjaan ekstra menantang itu.
Sementara itu, di lorong kehidupan yang lain, seorang manusia tulus juga melahirkan emas kehidupan. Dialah Abu Bakr sh-Shiddiq RA. Malam itu dengan segenap cinta yang tulus, ia kurbankan diri untuk membela sang manusia suci. Dengan kesetiaan penuh, Abu Bakr menemani setiap langkah hijrah Rasul SAW. Perjalanan maut malam itu tanpa disertai peralatan dan perbekalan yang memadai. Tak ada kuda tunggangan, pun juga unta yang bisa dipakai hantaran perjalanan. Tak ayal, puncak kemampuan kedua hamba mulia itu menemui ujungnya. Mereka capek dan lelah, dan karena itu jawabnya hanyalah satu; istirahat. Setelah menyisir berbagai tempat, akhirnya dipilihlah semua gua kecil yang dirasa aman; Gua Tsur !.
Di dalam gua yang sempit dan pengap itu, Rasul SAW tertidur lelap di pangkuan Abu Bakr. Belum sempat Abu Bakr bernapas lega, tiba-tiba terlihat seekor binatang bergerak-gerak di dekat kaki Rasul Allah SAW. Abu Bakr segera tanggap dengan apa yang bakal terjadi dengan diri kekasihnya jika ia tiak segera melakukan sesuatu. Dengan gerakan lembut penuh hati-hati (kaena takut sang kekasih terusik istirahatnya), ia julurkan telapak kakinya untuk menyumpal sebuah lubang yang membahayakan itu. Apa yang terjadi kemudian bisa segera diduga. Seekor binatang yang ternyata ular yang sangat berbisa itu menggigit Abu Bakr. Dalam hitungan detik bisa ular yang sangat mematikan itu telah bekerja menyebar ke seluruh tubuh Abu Bakr. Lagi-lagi, Abu Bakr yang dalam kondisi menahan sakit yang luar biasa, berusaha sekuat tenaga untuk menahannya agar tak terjadi gerakan sedikitpun dari tubuhnya yang bisa mengganggu istirahat Rasul. Namun, ternyata daya tahan tubuh Abu Bakr pun harus mencapai batas akhirnya. Fisiknya sudah tak kuat lagi, dan secara reflek air matanya menetes; bukan karena menangis, tetapi semata karena daya tahan tubuhnya yang sudah tak kuasa lagi. Tetesan air mata itu pun jatuh di pipi manusia mulia, hingga berakibat sang Rasul Allah terbangun karena itu.
Betapa Abu Bakr terhenyak penuh sesal saat melihat sang Rasul terganggu gara-gara air matanya jatuh persis di pipi beliau. Rsul Allah SAW segera tanggap apa yang tengah terjadi; Allahu Akbar... ! Subhanallah...! Rasul mengangis penuh haru tak kuasa menahan rasa haru yang amat dalam, melihat sahabat agung yang tengah berjuang melawan maut gara-gara membela sang Rasul SAW. Beliau peluk sahabatnya itu seraya melantunkan do’a kepada Allah SWT untuk kesembuhan sang sahabat pembela agama Allah ini. Dan subhanallah ! atas ijin Allah SWT Abu Bakr sembuh dan sehat seketika. Pengurbanan Abu Bakr terhadap Rasul SAW dan risalah Ilahi inilah yang berhasil menoreh emas di langit Allah; Abu Bakr tercatat sebagai sepuluh orang di antara sahabat Rasul yang dijamin masuk surga Allah SWT.
Di kemudian hari, kisah air mata mulia itu terekam dalam tarikh Islam, karena dua sebab mulia; (1) karena air mata itu menetes dari seorang sahabat mulia; sang Abu Bakr, dan (2) tempat jatuhnya air mata itu di pipi manusia tersuci dan termulia; Muhammad SAW. Sesaat setelah peristiwa itu terjadi, Rasul SAW berbisik; ”Andaikan Allah mengijinkanku memiliki seorang kekasih dari sahabatku, maka kekasihku itu tiada lain adalah Abu Bakr ash-Shiddiq.”
Kalau para pecinta Rasul SAW sudah berhasil mengurbankan harta-diri-jiwa nya semata-mata demi kecintaan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, pengurbana hidup apa yang telah mampu kita ukir dan berikan kepada Allah dan Rasul-Nya ?. Mungkin takkan mampu kita mengukir pengurbanan sekelas Ali bin Abi Thalib RA ataupun sekelas Abu Bakr ash-Shiddiq RA. Yang penting kita camkan, bahwa hidup ini memang harus kita belanjakan untuk cinta Allah dan Rasul-Nya dengan harta yang paling mungkin dan paling mampu kita upayakan. Emas kehidupan akan selalu terlahir dari tambang semesta Allah ini, senyampang hati peka terhadap berbagai pelajaran agung di sebalik semua peristiwa yang terjadi di alam raya ini, termasuk peristiwa hijrah Rasul SAW yang sangat mengesankan.
Baca Selengkapnya ...
Diantara pelajaran agung peristiwa hijrah Rasul adalah belajar mencintai Rasul dengan segenap jiwa-raga. Mencintai kekasih Allah; Muhammad SAW., semata karena kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sebuah pesona cinta-kasih yang akan melahirkan kerelaan berkurban apa saja (harta-jiwa-raga) demi membela Rasul-Nya serta agama yang dibawanya.
Malam itu, di kota Makkah gelap gulita; seluruh penjuru kota seolah tertidur lelap. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya; suasana kota cukup mencekam; penduduknya cemas penuh ketegangan menunggu hasil akhir dari peristiwa bersejarah yang akan terjadi malam itu.
Di sebuah rumah ada pemandangan yang cukup menarik. Rumah itu telah dikepung oleh para preman Makkah. Pasukan elit Makkah itu terlihat sangat siap untuk menghabisi seseorang; sebilah pedang tajam terhunus tergenggam erat di tangan kejam mereka. Tak terduga, pasukan elit yang bengis itu tiba-tiba terlelap; mereka tak tahan menahan kantuk yang menyerangnya. Sekilas terkesan lucu, perawakan mereka yang beringas tiba-tiba lunglai tanpa sebab; mereka benar-benar tertidur pulas. Sementara di dalam rumah yang telah terkepung itu, terjadi suatu aktifitas yang cukup rapi dan taktis. Sang sasaran pembunuhan telah melesat meninggalkan rumah; sedangkan di tempat tidurnya telah tergantikan oleh sosok yang lain.
Beberapa saat kejadian penting di dalam sebuah rumah itu telah terjadi, menyusul para preman yang telah tertidur pulas itu terbangun. Sontak, mereka terkejut dengan apa yang tengah terjadi. Sang komandan segera memerintahkan untuk segera melakukan penggerebegan (yang telah lewat beberapa saat dari jadwal yang semestinya). Semua pedang segera diarahkan ke sosok dibalik selimut hijau; sang penghuni sasaran pembunuhan. Namun ketika selimut dibuka, ternyata hanyalah seorang pemuda pemberani yang berada di balik selimut itu, dan bukan seseorang yang menjadi target mereka.
Siapakah sebenarnya seseorang yang dijadikan target penggerebegan para preman tersebut ? Siapa pula sang pemuda pemberani yang menggantika posisi sang penghuni rumah ? Sang pemuda itu tiada lain adalah Ali bin Abi Thalib RA dan sang penghuni rumah adalah orang tersuci dan termulia di kolong jagad ini; Muhammad SAW. Sebuah drama yang cukup unik dan menegangkan telah terjadi. Andai disayembarakan pada generasi Muslim saat ini, kecil kemungkinan ada yang mendaftarkan diri menggantikan posisi Rasulullah SAW sebagai sasaran pembunuhan, karena otomatis taruhannya adalah nyawa; terbunuh!!. Hanya orang yang memiliki ketulusan hati dan kekuatan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya saja yang mampu melakukan pekerjaan ekstra menantang itu.
Sementara itu, di lorong kehidupan yang lain, seorang manusia tulus juga melahirkan emas kehidupan. Dialah Abu Bakr sh-Shiddiq RA. Malam itu dengan segenap cinta yang tulus, ia kurbankan diri untuk membela sang manusia suci. Dengan kesetiaan penuh, Abu Bakr menemani setiap langkah hijrah Rasul SAW. Perjalanan maut malam itu tanpa disertai peralatan dan perbekalan yang memadai. Tak ada kuda tunggangan, pun juga unta yang bisa dipakai hantaran perjalanan. Tak ayal, puncak kemampuan kedua hamba mulia itu menemui ujungnya. Mereka capek dan lelah, dan karena itu jawabnya hanyalah satu; istirahat. Setelah menyisir berbagai tempat, akhirnya dipilihlah semua gua kecil yang dirasa aman; Gua Tsur !.
Di dalam gua yang sempit dan pengap itu, Rasul SAW tertidur lelap di pangkuan Abu Bakr. Belum sempat Abu Bakr bernapas lega, tiba-tiba terlihat seekor binatang bergerak-gerak di dekat kaki Rasul Allah SAW. Abu Bakr segera tanggap dengan apa yang bakal terjadi dengan diri kekasihnya jika ia tiak segera melakukan sesuatu. Dengan gerakan lembut penuh hati-hati (kaena takut sang kekasih terusik istirahatnya), ia julurkan telapak kakinya untuk menyumpal sebuah lubang yang membahayakan itu. Apa yang terjadi kemudian bisa segera diduga. Seekor binatang yang ternyata ular yang sangat berbisa itu menggigit Abu Bakr. Dalam hitungan detik bisa ular yang sangat mematikan itu telah bekerja menyebar ke seluruh tubuh Abu Bakr. Lagi-lagi, Abu Bakr yang dalam kondisi menahan sakit yang luar biasa, berusaha sekuat tenaga untuk menahannya agar tak terjadi gerakan sedikitpun dari tubuhnya yang bisa mengganggu istirahat Rasul. Namun, ternyata daya tahan tubuh Abu Bakr pun harus mencapai batas akhirnya. Fisiknya sudah tak kuat lagi, dan secara reflek air matanya menetes; bukan karena menangis, tetapi semata karena daya tahan tubuhnya yang sudah tak kuasa lagi. Tetesan air mata itu pun jatuh di pipi manusia mulia, hingga berakibat sang Rasul Allah terbangun karena itu.
Betapa Abu Bakr terhenyak penuh sesal saat melihat sang Rasul terganggu gara-gara air matanya jatuh persis di pipi beliau. Rsul Allah SAW segera tanggap apa yang tengah terjadi; Allahu Akbar... ! Subhanallah...! Rasul mengangis penuh haru tak kuasa menahan rasa haru yang amat dalam, melihat sahabat agung yang tengah berjuang melawan maut gara-gara membela sang Rasul SAW. Beliau peluk sahabatnya itu seraya melantunkan do’a kepada Allah SWT untuk kesembuhan sang sahabat pembela agama Allah ini. Dan subhanallah ! atas ijin Allah SWT Abu Bakr sembuh dan sehat seketika. Pengurbanan Abu Bakr terhadap Rasul SAW dan risalah Ilahi inilah yang berhasil menoreh emas di langit Allah; Abu Bakr tercatat sebagai sepuluh orang di antara sahabat Rasul yang dijamin masuk surga Allah SWT.
Di kemudian hari, kisah air mata mulia itu terekam dalam tarikh Islam, karena dua sebab mulia; (1) karena air mata itu menetes dari seorang sahabat mulia; sang Abu Bakr, dan (2) tempat jatuhnya air mata itu di pipi manusia tersuci dan termulia; Muhammad SAW. Sesaat setelah peristiwa itu terjadi, Rasul SAW berbisik; ”Andaikan Allah mengijinkanku memiliki seorang kekasih dari sahabatku, maka kekasihku itu tiada lain adalah Abu Bakr ash-Shiddiq.”
Kalau para pecinta Rasul SAW sudah berhasil mengurbankan harta-diri-jiwa nya semata-mata demi kecintaan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, pengurbana hidup apa yang telah mampu kita ukir dan berikan kepada Allah dan Rasul-Nya ?. Mungkin takkan mampu kita mengukir pengurbanan sekelas Ali bin Abi Thalib RA ataupun sekelas Abu Bakr ash-Shiddiq RA. Yang penting kita camkan, bahwa hidup ini memang harus kita belanjakan untuk cinta Allah dan Rasul-Nya dengan harta yang paling mungkin dan paling mampu kita upayakan. Emas kehidupan akan selalu terlahir dari tambang semesta Allah ini, senyampang hati peka terhadap berbagai pelajaran agung di sebalik semua peristiwa yang terjadi di alam raya ini, termasuk peristiwa hijrah Rasul SAW yang sangat mengesankan.
Baca Selengkapnya ...
3 komentar:
Subkhanalloh...
Subkhanalloh...
Subkhanalloh...
Posting Komentar