KEAJAIBAN MENYANTUNI ANAK YATIM
Published by ridokurnianto under HIKMAH on 21.06
Suatu saat di musim haji, Abdullah bin Mubarrak bermimpi cukup unik. Dalam mimpinya ia mendapatkan informasi dari Rasul SAW., bahwa jutaan jamaah haji yang sedang berhaji, tak satupun yang diterima ibadah hajinya disisi Allah SWT, kecuali seorang saja; yakni seorang tukang sepatu dari Damaskus yang bernama MUWAFFAQ.
Ketika terbangun dari tidurnya, Abdullah bin Mubarrak segera mencari informasi tentang sosok orang yang bernama Muwaffaq, hingga pada akhirnya ditemukan identitasnya; seorang putra Damaskus dengan predikat orang miskin; seorang tukang sepatu yang lugu. Uniknya, di musim haji itu, Muwaffaq bukanlah seorang dari jamaah haji yang tengah melakukan ibadah haji. Ia tak jadi menunaikan ibadah haji, karena memang tak pernah mendaftar sebagai jamaah haji.
Informasi lebih detil diperoleh langsung oleh Abdullah bin Mubarrak, bahwa ketika Muwaffaq hendak mendaftar haji (berbekal hasil tabungannya puluhan tahun) harus mengurungkan niatnya, lantaran di tengah perjalanan mengurus rencana hajinya tersebut, ia mendapati seorang anak yatim yang tengah kelaparan. Didorong oleh perasaan ibanya yang mendalam, ia tak sanggup meninggalkan sang anak yatim meneruskan hidupnya dalam kepapaan dan penderitaan, sementara dirinya tengah memegang uang dalam jumlah yang cukup banyak. Tangan kasihnya serta merta terjulur kepada si anak yatim, dan seluruh uang yang direncanakan sebagai ongkos haji ia berikan kepada anak yatim. Ia relakan keinginan beribadah haji demi nasib sang papa. Kerinduannya yang begitu dalam kepada Makkah; kepada Baitullah ia tumpahkan untuk hamba-Nya yang ternyata lebih membutuhkan belaian kasihnya. Ia hanya berharap kepada Allah SWT agar diijinkan sekali lagi untuk bisa mengumpulkan bekal agar ‘azam membaranya untuk berhaji bisa tergapai di masa yang akan datang.
Diluar dugaan, apa yang dilakukan oleh Muwaffaq membuat langit bergetar; membuat para malaikat Allah SWT memunajatkan do’a keberkahan baginya; hingga puncaknya Allah perkenankan Muwaffaq untuk meraih haji yang sebenarnya; haji mabrur, sekalipun tanpa kehadiran fisiknya di tanah suci.
Allahu Akbar ! untuk menggai sebuah kedudukan bergengsi disisi Allah; HAJI MABRUR, ternyata bukanlah karena tampang fisik yang meyakinkan, bukan pula kekayaan yang berlimpah, pun juga bukan ke’aliman semu, melainkan ketulusan hati bertabur cahaya-Nya.
SELAMAT MUWAFFAQ ! semoga kami mampu meneladanimu…
Baca Selengkapnya ...
Ketika terbangun dari tidurnya, Abdullah bin Mubarrak segera mencari informasi tentang sosok orang yang bernama Muwaffaq, hingga pada akhirnya ditemukan identitasnya; seorang putra Damaskus dengan predikat orang miskin; seorang tukang sepatu yang lugu. Uniknya, di musim haji itu, Muwaffaq bukanlah seorang dari jamaah haji yang tengah melakukan ibadah haji. Ia tak jadi menunaikan ibadah haji, karena memang tak pernah mendaftar sebagai jamaah haji.
Informasi lebih detil diperoleh langsung oleh Abdullah bin Mubarrak, bahwa ketika Muwaffaq hendak mendaftar haji (berbekal hasil tabungannya puluhan tahun) harus mengurungkan niatnya, lantaran di tengah perjalanan mengurus rencana hajinya tersebut, ia mendapati seorang anak yatim yang tengah kelaparan. Didorong oleh perasaan ibanya yang mendalam, ia tak sanggup meninggalkan sang anak yatim meneruskan hidupnya dalam kepapaan dan penderitaan, sementara dirinya tengah memegang uang dalam jumlah yang cukup banyak. Tangan kasihnya serta merta terjulur kepada si anak yatim, dan seluruh uang yang direncanakan sebagai ongkos haji ia berikan kepada anak yatim. Ia relakan keinginan beribadah haji demi nasib sang papa. Kerinduannya yang begitu dalam kepada Makkah; kepada Baitullah ia tumpahkan untuk hamba-Nya yang ternyata lebih membutuhkan belaian kasihnya. Ia hanya berharap kepada Allah SWT agar diijinkan sekali lagi untuk bisa mengumpulkan bekal agar ‘azam membaranya untuk berhaji bisa tergapai di masa yang akan datang.
Diluar dugaan, apa yang dilakukan oleh Muwaffaq membuat langit bergetar; membuat para malaikat Allah SWT memunajatkan do’a keberkahan baginya; hingga puncaknya Allah perkenankan Muwaffaq untuk meraih haji yang sebenarnya; haji mabrur, sekalipun tanpa kehadiran fisiknya di tanah suci.
Allahu Akbar ! untuk menggai sebuah kedudukan bergengsi disisi Allah; HAJI MABRUR, ternyata bukanlah karena tampang fisik yang meyakinkan, bukan pula kekayaan yang berlimpah, pun juga bukan ke’aliman semu, melainkan ketulusan hati bertabur cahaya-Nya.
SELAMAT MUWAFFAQ ! semoga kami mampu meneladanimu…
Baca Selengkapnya ...